Mengenang Sang Raja Sanubari Habib Mundzir Al-Musawwa dan Kunjungannya di Pon. Pes. Langitan

Penulis : Tim Admin

February 23, 2023

Hari ini tepat tanggal 23 Februari di tahun 1973 lahir seorang ulama besar yang kelak dakwahnya dikenal santun dan menyejukkan. Bahkan sang guru mulia, Habib Umar bin Hafidz, Hadramaut sampai menjulukinya ‘Sulthonul Qulub (Sang Raja Sanubari), lantaran lembutnya karakter ulama tersebut dalam berdakwah, sehingga hati siapapun akan luluh saat mendengarkan ceramahnya.

Ulama besar yang dimaksud adalah al-Habib Mundzir bin Fuad Al Musawwa. beliau dilahirkan di Cipanas, Cianjur, Jawa Barat pada 23 Februari 1973. (Sumber lain mengatakan 1972). 

Sebagaimana ditunjukkan oleh namanya, beliau adalah seorang Habib, atau keturunan Rasulullah Saw. Nasab beliau hingga Rasulullah Saw. hanya terpisah 37 keturunan. Habib Mundzir ini merupakan anak keempat dari lima bersaudara. Dari pasangan Habib Fuad bin Abdurrahman Al-Musawwa dan Rahmah binti Hasyim Al-Musawwa. 

Dalam pendidikan, Habib Mundzir pernah menamatkan Sekolah  Menengah Atas (SMA). Setelah itu, beliau melanjutkan ke Ma’had Assafaqah Bukit Duri, Tebet, Jakarta yang diasuh oleh Al-Habib Abdurrahman Assegaf untuk memperdalam ilmu Syariat. Selanjutnya, beliau mengambil kursus bahasa Arab di  LPBA Assalafy Jakarta Timur.

Pada tahun 1992, beliau melanjutkan perjalanan ilmiahnya di  Ma’had Al-Khairat, Bekasi Timur yang diasuh oleh Al-Habib Muhammad Nagib bin Syekh Abu Bakr bin Salim. Dua tahun setelahnya, tepatnya pada tahun 1994 datanglah sang guru mulia Habib Umar bin Hafidz dalam rangka kunjungan ilmiah dan menjaring santri-santri untuk dikirim ke Ma’had Darul Musthafa Tarim. Salah satu santri yang dikirim untuk melanjutkan pendidikan di bawah asuhan sang guru mulia adalah Habib Mundzir Al-Musawwa.

Terdapat cerita menarik saat pengiriman Habib Mundzir ke Ma’had Darul Musthafa Tarim. Cerita ini diceritakan beliau sendiri di salah satu kesempatan. 

Saat sang guru mulia selesai ceramahnya, tiba-tiba beliau memandang tajam ke arah Habib Mundzir muda.Selepas beliau menyampaikan ceramah, beliau melirik saya dengan tajam, saya hanya menangis memandangi wajah sejuk itu”. Ungkap Habib Mundzir. 

Kemudian pada saat Habib Umar memasuki mobil, beliau memanggil Habib Nagib bin Syeikh Abu Bakar (Guru Habib Mundzir) untuk meminta Habib Mundzir muda dikirim ke Tarim, Hadramaut, Yaman untuk menjadi muridnya. “Lalu saat ia sudah naik ke mobil bersama almarhum Alhabib Umar maula khela, maka Guru Mulia memanggil Habib Nagib Bin Syeikh Abubakar, Guru mulia berkata bahwa “Beliau ingin saya dikirim ke Tarim Hadramaut, Yaman untuk belajar dan menjadi muridnya” Lanjut Habib Mudzir. 

Spontan, Habib Mundzir pun dipanggil Habib Nagib untuk bertemu secara langsung dengan Habib Umar di mobil. 

Setelah Habib Mundzir datang dan bertemu beliau, Habib Mundzir ditanya siapa namanya menggunakan bahasa Arab. Habib Mundzir yang saat itu belum sempurna bahasa Arabnya dipandu Habib Nagib dalam menjawab pertanyaan sang guru mulia. “Siapa namamu?, dalam bahasa arab tentunya, saya tak bisa menjawab karena tak paham, maka guru saya Habib Nagib menjawab : kau ditanya siapa namamu..!, maka saya jawab nama saya, lalu guru mulia tersenyum.”. Terang Habib Mundzir.

Selepas kejadian tersebut, keesokan harinya Habib Mundzir muda kembali lagi bertemu dengan sang guru mulia Habib Umar di kediaman Almarhum Al-Habib Bagir Al-Attas. Di saat itu banyak para habaib dan ulama menawarkan anaknya dan muridnya untuk bisa menjadi murid Al-Habib Umar bin Hafidz. Di tengah ramainya para habaib dan ulama menawarkan anak dan muridnya, sang guru mulia melihat Habib Mundzir muda di kejauhan, lantas beliau berkata kepada almarhum Alhabib Umar maula khela, “itu.. anak itu.. jangan lupa dicatat.., ia yang pakai peci hijau itu..!,”

Selang dua bulan dari kejadian tersebut, Almarhum Al-Habib Umar Maula Khela datang ke pesantren dan mengajak Habib Mundzir muda ke Yaman saat itu juga. Akhirnya siap tidak siap, beliau pun akhirnya belajar ke Ma’had Darul Musthafa Tarim, Hadramaut di Bawah asuhan sang guru mulia Habib Umar bin hafidz.

Jejak Dakwah Habib Mundzir

Usai menyelesaikan pendidikannya di Hadramaut, Habib Mundzir akhirnya kembali ke Indonesia pada tahun 1998. Kembalinya beliau ke Indonesia, bertepatan dengan runtuhnya rezim otoriter orde baru. Sebuah peristiwa yang melahirkan peristiwa-peristiwa dramatis seperti, krisis ekonomi, PHK, dan banyaknya pengangguran. Hal ini tentu saja melahirkan gelombang protes dari masyarakat secara luas, baik akademisi, rakyat biasa, hingga lembaga instansi pemerintah. 

Oleh karena itu, Habib Mundzir diberi pesan oleh sang guru mulia agar tidak ikut mencampuri urusan politik yang sedang bergejolak tersebut. Maka dalam menjawab pesan gurunya, beliau mendirikan majelis yang saat ini dikenal dengan nama Majelis Rasulullah (MR).

Sebelum berdiri majelis yang sekarang jaringannya telah melintas antar negara itu, Habib Mundzir mengawali dakwahnya sebagaimana para ulama besar di zaman dahulu, yaitu dimulai dari surau ke surau, antar mushala, hingga dari masjid ke masjid. Dalam setiap dakwahnya, selain mengajarkan tentang ilmu-ilmu agama, beliau juga membuka pembacaan maulid dhiya’ul lami’

Hal inilah yang menyebabkan para jamaah semakin bertambah banyak dalam waktu yang relatif singkat. Hingga pada akhirnya, beliau membuka dan menetapkan majelis beliau sendiri di Masjid Al-Munawwar.

Seiring berlalunya waktu dan semakin banyaknya jamaah yang hadir dalam majelis beliau, muncul sebuah ide untuk menamai majelis yang dibuka Habib Mundzir. Akhirnya beliau menetapkan nama majelis dengan nama Majelis Rasulullah, setelah sebelumnya beliau menolak usulan nama majelis dengan sebutan Majelis Habib Mundzir. Hingga saat ini Majelis Rasulullah telah berkembang pesat, tidak hanya lingkup nasional, tetapi juga Internasional. 

Teladan Habib Mundzir dalam Berdakwah

Salah satu alasan mengapa Habib Mundzir mempunyai banyak jamaah dalam waktu yang relatif singkat adalah tidak lain karena karakter beliau dalam berdakwah. Ketika berdakwah beliau mengutamakan cara yang lembut dan sejuk. Hal ini diakui oleh KH. Rakhmad Zailani Kiki, Ketua Pengurus Wilayah Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) NU DKI Jakarta. 

“Dakwahnya itu, tidak lain, tidak jauh dari urusan bagaimana memuliakan, bagaimana mengejawantahkan nilai-nilai kasih sayang agama Islam, dan teladan, cinta kasih, dan rahmatal lil alamin ”. Jelas KH. Rakhmad seperti dikutip dari Liputan 6.

Selain itu, dalam berdakwah, Habib Mundzir juga tidak hanya sebatas retorika saja, tapi beliau juga mengimplementasikan ajaran dakwahnya di kehidupan pribadi beliau. Hal ini tidak jauh berbeda dengan karakter dakwah Rasulullah Saw. yang mana dalam berdakwah, beliau juga mengamalkan ajaran-ajaran yang disebarkannya di kehidupan sehari-hari. 

Ada suatu kisah yang dapat dijadikan teladan saat beliau sedang berdakwah. Suatu ketika sebelum habib Mundzir membuka majelis taklimnya di suatu Masjid, beliau selalu meminta izin terlebih dahulu kepada tetua di daerah masjid yang akan dibukakan majelis. Pada saat meminta izin, beliau tidak langsung memerintah secara arogan, tetapi beliau mengecup tangan tetua tersebut dengan penuh hormat, baru setelah itu, diungkapkanlah maksud kedatangan beliau. Perbuatan Habib Mundzir ini, menjadikan tetua yang dimintai izin roboh dan menangis. Tetua tersebut mengatakan, jangankan sampai dicium tangannya. Sebagai seorang preman yang ditakuti, yang kerap datang kerumahnya adalah para preman. Tapi saat itu ketika Habib Munzir memohon izin untuk mengadakan majelis taklim di situ, alih-alih dilakukan dengan cara kasar preman itu pun kemudian dirangkul olehnya hingga ia kemudian rajin mengikuti pengajian sang habib.

Kisah Ketawadhuan Habib Mundzir

Kisah ini diceritakan oleh Syaikh Kholil, santri Ma’had Darul Musthafa Tarim, Hadramaut. Pada bulan Desember 2012, beliau diajak Habib Umar bin Hafidz ke Indonesia. Dan itulah kali pertama bertemu dengan Habib Mundzir.

Saat Habib Umar telah kembali ke Yaman, beliau punya waktu tiga hari untuk tinggal di Jakarta. Tetapi oleh Habib Mundzir, beliau disarankan agar tinggal lebih lama lagi di sana, yaitu selama 6 bulan. Oleh karena itu, Habib Mundzir pun meminta izin sang guru mulia agar mengizinkan Syaikh Khalil di Jakarta lebih lama lagi.

Dalam meminta izin, Habib Mundzir menghubungi Habib Umar lewat telepon. Saat sudah terdengar suara Habib Umar di seberang. Spontan, beliau langsung langsung menggeser kursinya, jatuh berlutut dengan kedua tangannya terangkat ke atas dan berkata “Ya Maulana, bagaimana saya dapat melayani tuan…”

Melihat Habib Mundzir seperti itu, Syaikh Khalil pun terkesima atas tingginya rasa takzim Habib Mundzir kepada gurunya.

“Saya begitu terkesima melihat adegan itu. Betapa takzimnya Habib Munzir terhadap gurunya. Beliau menyebut Habib Umar sebagai ‘Maulana’ yaitu tuan atau yang mulia”. Terang Syaikh Khalil.

“Dia menelpon untuk meminta izin namun yang pertama dia ucapkan adalah bagaimana ia dapat melayani Habib Umar. Saya tidak akan pernah lupa momen itu selama hidup saya. Saya tidak pernah melihat cinta dan bakti seorang murid yang begitu dalam. Itulah Habib Munzir. Seorang yang memiliki cinta dan pengabdian yang murni.” Lanjut beliau.

Foto: Habib Mundzir bin Fuad Al-Musawa sedang memberikan tausiah kepada para santri di Musholla Agung PP. Langitan (11/1/2012).

Habib Mundzir di Langitan

Di tengah kesibukan dakwah beliau, Habib Mundzir pernah menyempatkan waktunya mengunjungi Pondok Pesantren Langitan. Peristiwa ini terjadi pada 11 Januari 2012. 

Kedatangan beliau, disambut langsung Al-Maghfurlah KH. Abdulloh Faqih yang saat itu masih sugeng dan keluarga. selain itu, beliau juga memberikan tausiah kepada para santri di Musholla Agung PP. Langitan.

Wafat

Habib Mundzir wafat pada tanggal 15 September 2013 pukul 15.30 WIB. setelah sebelumnya dinyatakan mengalami serangan jantung. Semoga kita bisa meneladani perjalanan hidup beliau. Al-Fatihah. 

(Mahirur Riyadl)

 

Tulisan Terkait

Biografi Singkat KH. Abdullah Faqih

Biografi Singkat KH. Abdullah Faqih

KH. Abdullah Faqih adalah ulama yang kharismatik sekaligus pengasuh generasi keenam Pon. Pes. Langitan. Beliau merupakan kiai yang sederhana dengan sifat tawadu yang luar biasa.  Selain itu beliau juga mempunyai kiprah yang berpengaruh bagi NU, hal ini terbukti karena...

Taushiyah Kebangsaan KH. Abdullah Habib Faqih

Taushiyah Kebangsaan KH. Abdullah Habib Faqih

Sudah 77 tahun Indonesia merdeka dari penjajahan Belanda. Selama 350 tahun Indonesia dijajah oleh Belanda dan tiga tahun setengah dijajah oleh Jepang. Menurut data penjajahan dunia, Indonesia dalam bentuk negara sudah merdeka. Seluruh dunia sudah mengakui kemerdekaan...

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Kategori

Arsip

Posting Populer