Beranggapan jika tanpa dunia, segala sesuatu tidak bisa terwujud, atau tanpa dunia kita tidak akan bisa hidup, merupakan anggapan seorang hamba yang keliru. Hal tersebut hanya dimiliki oleh hamba yang rakus dan sangat cinta terhadap dunia.
Anggapan tersebut merupakan sesuatu yang keliru karena bertabrakan dengan kenyataan. Karena sejatinya hidup bisa ada tanpa dunia. Dakwah juga bisa ada tanpa dunia.
Memang betul dunia ini dibutuhkan. Dunia juga bisa menjadi penopang atas keberhasilan. Namun dunia bukanlah segalanya. Tanpa dunia manusia masih bisa berbuat apa-apa.
Buktinya orang-orang yang berhasil memperjuangkan Indonesia sampai merdeka adalah orang-orang yang kebanyakan tidak mempunyai dunia. Mereka yang bisa membangun peradaban Islam; Nabi Muhammad saw bersama para sahabatnya adalah mereka-mereka yang tidak mempunyai dunia. Kebanyakan dari mereka tidaklah memegang dunia, dan nabi pun tidaklah memperbolehkan untuk memegang dunia. Oleh karena itu anggapan di atas tadi merupakan suatu anggapan yang menyalahi kenyataan.
Yang membangun peradaban Islam dan mengembangkan pengetahuan adalah Nabi Muhammad saw yang tidaklah memegang dunia. Namun di zaman ini banyak yang lebih mencari dunia dulu baru bisa untuk berdakwah. Walau pada dasarnya dakwah itu mengajak dan tidaklah membutuhkan perihal lebih dari dunia. Seperti contoh bayi yang hanya berupa janin namun dapat makan dari darah ibunya, setelah pintu makan sudah terputus tetap bisa makan lewat ASI. Tanpa harus punya dunia dulu seorang bayi itu harus makan.
Betul dunia itu adalah kebutuhan dan diperlukan, tapi bukan segala-galanya, bukan kok dunia itu harus syarat atas berdiri tegaknya sesuatu. Anggapan tersebut merupakan suatu anggapan yang sangat keliru. Aslinya cuma keliru, namun akibat terlalu sering menjadi sangat keliru.
Banyak orang yang menginginkan mempunyai banyak sawah agar hidupnya menjadi bahagia. Namun apa? Banyak yang mempunyai uang, namun tergeletak di rumah sakit akibat tidak dapat memanfaatkan harta yang ia punya. Bahkan dunia tidak bernilai apa-apa. Nilainya hanya senilai kentut, senilai air kencing.
Suatu hari Harun Ar-Rasyid mau minum namun dipegang sama penasihatnya seraya berkata, “Jangan Kau minum air itu sebelum menjawab pertanyaan dariku.” Lantas Harun Ar-Rasyid bertanya balik, “Tanya apa wahai saudaraku?” “Kau boleh meminum setengah air tersebut apabila Kau menyerahkan separuh dari kekayaan istana yang Kau miliki.” Harun Ar-Rasyid pun bersedia untuk mempertaruhkan separuh kekayaan istana miliknya demi mendapatkan air setengah gelas tersebut. Penasihat bertanya kembali, “Wahai sang Raja? Apabila air yang telah Anda minum separuh tadi tidaklah keluar dan masih berada dalam perut Anda hingga menyebabkan sakit. Lantas apakah Anda bersedia untuk menyerahkan lagi separuh dari kekayaan Anda?” Harun Ar-Rasyid menjawab, “Akan saya pertaruhkan seluruh apa yang saya punya demi mengeluarkan air yang ada dalam tubuh saya yang telah saya minum tadi.” Sang penasehat pun berkata, “Ketahuilah wahai Raja, bahwasanya seluruh harta kekayaan dan kekuasaan yang Kau miliki tidak kurang dan tidak lebih sebanding dengan air setengah gelas.”
Ada lagi seorang raja yang berbulan-bulan tidak dapat mengeluarkan kentut dan sangatlah merasa sakit. Juga telah memanggil ke sana kemari tabib untuk mengobatinya. Semuanya angkat tangan tidak bisa mengobati. Akhirnya terdengar seorang alim yang katanya mampu mengobati penyakitnya sang raja. Akhirnya orang alim tersebut didatangkan.
Orang alim tersebut berkata kepada para rakyatnya yang memohon agar dapat mengobati rajanya yang berbulan-bulan tidak dapat mengeluarkan kentut. “Saya mau saja, saya sanggup menyembuhkan atau mengobati penyakitnya dengan seizin Allah. Tapi saya minta syarat, saya minta dijawab pertanyaan saya, apa yang diberikan kepada saya dan apa imbalannya.” Maka si raja menjawab, “Kalau seandainya Kamu bisa mengobatiku, aku lebih memilih menjadi orang yang sehat. Tidak menjadi raja tidaklah masalah. Kerajaan aku serahkan kepadamu.” Akhirnya sang raja tanda tangan di atas materai kemudian didoakan dan akhirnya sembuh.
Akhirnya diserahkanlah kerajaan tadi. Sang raja lebih memilih sehat daripada menjadi orang yang sakit. Mahkota beserta kerajaan diserahkan kepada orang alim tadi. Namun orang alim tersebut berkata kepada raja: “Ketahuilah sang Raja, bahwasanya saya tidak sudi menerima istana yang senilai kentut!”
Betul dunia dibutuhkan tapi jangan Kau katakan tanpa dunia tidak bisa apa-apa. Kadang-kadang orang awam banyak yang terjebak. Banyak orang kaya yang dimulia-muliakan ke sana kemari. Kita tidak boleh mempunyai persepsi atau anggapan seperti itu. Yang mendatangkan adalah Allah Swt. Menciptakan dunia untuk mencukupi semua hambanya. Dalam rangka untuk taat beribadah.
Penulis: Arsyad Nuruddin
Sumber: Pengajian Kitab Al-Hikam lil Imam Al–Haddad oleh KH. Abdullah Habib Faqih, 20 Mei 2023
Link YouTube; https://www.youtube.com/live/Ko30MRgqLHY?feature=share
0 Comments