Ibarat seonggok benda, adalah dunia. Semua manusia merasa memiliki kepentingan dengannya sehingga segala kesibukan pun tercurah demi sang dunia. Dunia, dalam arti sebenarnya adalah bumi seisinya ini yang menjadi perhiasan bagi mereka yang merasa memiliki sangkut paut dengan dunia, sebagaimana firman Allah:
Sehingga bumi inilah sebagai lantai tempat berpijak, tempat tinggal, yang di dalamnya tersedia pakaian, makanan, minuman bahkan pasangan.
Di bumi secara umum terdapat tiga komponen yang berepera penting menunjang keberlangsungan hidup anak Adam; hasil tambang, tumbuh-tumbuhan dan hewan.
Tumbuh-tumbuhan berperan sebagai bahan makanan pokok, juga obat-obatan. Dari tumbuh-tumbuhan pulalah –jika kita tahu- proses kimiawi terbentuknya oksigen yang menjadi fasilitas utama manusia. Sebab dari zat hijau daun yang dimiliki tumbuh-tumbuhanlah oksigen diproduksi.
Hasil tambang banyak dimanfaatkan sebagai perlengakapan-perlengkapan dan peralatan kehidupan dan sebagainya, di antaranya tembaga atau timah bisa untuk alat tukar uang, emas atau perak yang bisa dimanfaatkan untuk perhiasan dan sebagainya.
Untuk hewan sendiri terbagi dua; manusia dan binatang. Pada dasarnya manusia memang hewan, hanya saja manusia diciptakan lebih dan paling sempurna dan fasilitas tambahan berupa akal pikiran. Untuk binatang, ia digunakan oleh anak Adam sebagai alat transportasi, sebagai pelindung, sebagai penghibur karena keunikan atau kelucuan tingkahnya, atau beberapa spesies yang dagingnya sebagai bahan makanan bergizi tinggi.
Sedang manusia dimanfaatkan oleh sesama, ada kalanya untuk dipekerjakan, diberi tugas-tugas tertentu seperti halnya pembantu, pegawai, karyawan dan lainnya. Atau juga dimanfaatkan sebagai sarana memenuhi kebutuhan biologis, seperti pasangan suami istri atau (dulu) budak-budak perempuan. Di samping itu, kadang manusia juga dimanfaatkan hatinya. Manusia bisa saja mencuri perhatian yang lain agar ia condong, memuliakan, mengangungkan dan menyanjungnya. Inilah yang disebut kedudukan/tahta. Itu semua merupakan implementasi QS. Ali Imron [3]: 14
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”
Ketergantungan Komponen Dunia
Apa yang tersebut di atas adalah komponen-komponen dunia yang bisa menumbuhkan rasa ketergantungan seorang hamba terhadap dunia:
Yang Pertama, ketergantungan hati. Perasaan cinta pada dunia, merasa memiliki hak atas dunia, serta harus berpalingnya cita-cita awal sebagai seorang hamba akan membuat manusia menjadi budak dunia yang penuh tipu daya. Segala sifat hati yang berhubungan dengan dunia macam kesombongan, dengki, riya’, sum’ah, berburuk sangka, meremehkan orang lain, suka disanjung, kikir, bergaya hedonis dan lain-lain adalah dunia batin yang tak berwujud nyata namun ada.
Yang Kedua, ketergantungan badan. Badan ini menjadi begitu disibukkan untuk mengejar dunia agar hak-haknya terpenuhi. Bekerja, berfikir, semua demi dunia sehingga badan pun terforsir hanya untuk urusan-urusan dunia, lelah, capek, bahkan jatuh sakit tak terhindarkan, akhirnya kepentingan dengan Tuhan pun terabaikan.
Dua ketergantungan inilah yang membuat banyak orang lalai dan terlena oleh dunia. Andai kita tahu siapa diri kita, siapa Tuhan kita, serta tahu akan hikmah dan rahasia di balik terciptanya dunia, maka kita akan tahu bahwa seonggok benda yang kita sebut ini tak lain hanya bekal makanan hewan tunggangan yang menempuh perjalanan jauh menuju Allah Swt. Dan hewan tunggangan itu adalah badan kita, sebab badan tidak akan bisa bertahan tanpa makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal.
Ibarat seorang hamba yang lupa akan tujuan hidupnya adalah seseorang yang berangkat haji, lalu berhenti di tengah perjalanan untuk mengistirahatkan untanya, memberinya makan dan minum, membersihkannya, menghiasnya, sampai-sampai dia lupa bahwa rombongannya telah jauh meninggalkannya sendiri di tengah hutan yang sewaktu-waktu binatang buas akan menerkamnya. Namun bagi seorang yang berangkat haji dengan niat dan kesadaran akan tujuan utamanya, dia hanya akan mengurus kendaraanya seperlunya saja, tanpa menomorduakan tujuan menuju Ka’bah dan beribadah di sana.
Oleh karenanya, mari kembali pada hakikat hidup sebenarnya, sebagai seorang hamba yang diciptakan hanya untuk menyembahNya. Dan benar-benar kita pahami bahwa dunia hanyalah fasilitas yang diberikan oleh Allah agar kita mampu menempuh perjalanan panjang menuju akhirat. Jangan lupakan diri dan jangan salah mengartikan dunia, karena kita akan tersesat di belantara kehidupan dunia bersama ancaman dan intaian binatang-binatang buas. Wallahu a’lam. [Adi Ahlu Dzikri]
sumber : Majalah Langitan
0 Comments