Oleh : Nur Faizin Muhith
Lepas dari kemungkinan adanya perbedaan dalam menentukan Hari Raya Idul Fitri, yang jelas, seluruh umat Islam di dunia ini akan segera merayakan hari yang biasa dianggap ‘kemenangan’ tersebut. Perayaan rutin setiap tahun ini menjadi momen sangat penting setelah berpuasa selama sebulan pada bulan Ramadhan. Seluruh umat Islam merayakannya dengan suka dan cita, tak berbeda yang rajin puasa maupun yang hanya alakadarnya.
Sebagaimana sudah maklum, selain Hari Raya Idul Fitri, umat Islam juga punya Hari Raya Idul Adha pada 10 Dzulhijjah. Dalam literatur-literatur Islam klasik, hari raya ini disebut Idul Akbar (hari raya besar), sementara Idul Fitri hanya disebut sebagai Idul Ashgar (hari raya kecil).. Sebagaimana hari-hari besar lain, Idul Fitri tentu memiliki makna umum sebagai hari libur nasional sekaligus makna khusus yang dirasakan umat Islam. Paling tidak, Idul Fitri dianggap sebagai hari kemenangan mengalahkan hawa nafsu dengan berpuasa sebulan penuh.
Erat kaitannya dengan Hari Raya Idul Fitri adalah zakat fitrah yang wajib dikeluarkan setiap individu Muslim. Kalimat kedua dari dua terma ini (Idul Fitri dan zakat fitrah) adalah kalimat yang berasal dari bahasa Arab fithrah yang berarti natural atau dalam bahasa Indonesianya biasa diterjemahkan sebagai segala sesuatu yang suci, bersifat asal, atau pembawaan (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1997)..
Sisi etimologis
Idul Fitri terdiri dari dua kata. Pertama, kata ‘id yang dalam bahasa Arab bermakna `kembali’, dari asal kata ‘ada. Ini menunjukkan bahwa Hari Raya Idul Fitri ini selalu berulang dan kembali datang setiap tahun. Ada juga yang mengatakan diambil dari kata ‘adah yang berarti kebiasaan, yang bermakna bahwa umat Islam sudah biasa pada tanggal 1 Syawal selalu merayakannya (Ibnu Mandlur, Lisaanul Arab).
Dalam Alquran diceritakan, ketika para pengikut Nabi Isa tersesat, mereka pernah berniat mengadakan ‘id (hari raya atau pesta) dan meminta kepada Nabi Isa agar Allah SWT menurunkan hidangan mewah dari langit (lihat QS Al Maidah 112-114). Mungkin sejak masa itulah budaya hari raya sangat identik dengan makan-makan dan minum-minum yang serba mewah. Dan ternyata Allah SWT pun mengkabulkan permintaan mereka lalu menurunkan makanan.(QS Al-Maidah: 115).
Jadi, tidak salah dalam pesta Hari Raya Idul Fitri masa sekarang juga dirayakan dengan menghidangkan makanan dan minuman mewah yang lain dari hari-hari biasa. Dalam hari raya tak ada larangan menyediakan makanan, minuman, dan pakaian baru selama tidak berlebihan dan tidak melanggar larangan. Apalagi bila disediakan untuk yang membutuhkan.
Abdur Rahman Al Midani dalam bukunya Ash-Shiyam Wa Ramadhân Fil Kitab Was Sunnah (Damaskus), menjelaskan beberapa etika merayakan Idul Fitri. Di antaranya di situ tertulis bahwa untuk merayakan Idul Fitri umat Islam perlu makan secukupnya sebelum berangka ke tempat shalat Id, memakai pakaian yang paling bagus, saling mengucapkan selamat dan doa semoga Allah SWT menerima puasanya, dan memperbanyak bacaan takbir. Kata yang kedua adalah Fitri. Fitri atau fitrah dalam bahasa Arab berasal dari kata fathara yang berarti membedah atau membelah, bila dihubungkan dengan puasa maka ia mengandung makna `berbuka puasa’
(ifthaar). Kembali kepada fitrah ada kalanya ditafsirkan kembali kepada keadaan normal, kehidupan manusia yang memenuhi kehidupan jasmani dan ruhaninya secara seimbang. Sementara kata fithrah sendiri bermakna `yang mula-mula diciptakan Allah SWT` (Dawam Raharjo, Ensiklopedi Alquran: hlm 40, 2002). Berkaitan dengan fitrah manusia, Allah SWT berfirman dalam Alquran: “Dan ketika Tuhanmu mengeluarkan anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): Bukankah Aku ini Tuhanmu?.
Mereka menjawab:”Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi. (QS. Al A`râf: 172).” Ayat ini menjelaskan bahwa seluruh manusia pada firtahnya mempunya ikatan primordial yang berupa pengakuan terhadap ketuhanan Allah SWT. Dalam hadis, Rasulallah SAW juga mempertegas dengan sabdanya: “Setiap anak Adam dilahirkan dalam keadaan fitrah: kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani dan Majusi (HR. Bukhari).” Hadits ini memperjelas kesaksian atau pengakuan seluruh manusia yang disebutkan Alquran di atas.
Sisi terminologi
Kendati dalam literatur-literatur Islam klasik, Idul Fitri disebut sebagai Idul Ashgar (hari raya yang kecil) sementara Idul Adhha adalah Idul Akbar (hari raya yang besar), umat Islam di Tanah Air selalu terlihat lebih semarak merayakan Idul Fitri dibandingkan hari-hari besar lainnya, bahkan hari raya Idul Adha sekalipun. Momen Idul Fitri dirayakan dengan aneka ragam acara, dimulai dengan shalat Id berjamaah di lapangan terbuka hingga halal bi halal antarkeluarga yang kadang memanjang hingga akhir bulan Syawal.
Dalam terminologi Islam, Idul Fitri secara sederhana adalah hari raya yang datang berulang kali setiap tanggal 1 Syawal yang menandai puasa telah selesai dan kembali diperbolehkan makan minum di siang hari. Artinya, kata fitri disitu diartikan `berbuka atau berhenti puasa` yang identik dengan makan-makan dan minum-minum. Maka tidak salah apabila Idul Fitri pun disambut dengan pesta makan-makan dan minum-minum mewah yang tak jarang terkesan diada-adakan oleh sebagian keluarga.
Terminologi Idul Fitri seperti ini harus dijauhi dan dibenahi, sebab selain kurang mengekspresikan makna Idul Fitri sendiri, juga terdapat makna yang lebih mendalam lagi. Idul Fitri seharusnya dimaknai sebagai `kepulangan seseorang kepada fitrah asalnya yang suci` sebagaimana ia baru saja dilahirkan dari rahim ibu. Secara metafor, kelahiran kembali ini berarti seorang Muslim yang selama sebulan melewati Ramadhan dengan puasa, qiyam, dan segala ragam ibadahnya harus mampu kembali berislam, tanpa benci, iri, dengki, serta bersih dari segala dosa dan kemaksiatan.
Idul Fitri berarti kembali pada naluri kemanusian yang murni, kembali pada keberagamaan yang lurus, dan kembali dari seluruh praktik busuk yang bertentangan dengan jiwa manusia yang masih suci. Kembali dari segala kepentingan duniawi yang tidak islami. Inilah makna Idul Fitri yang asli.
Adalah kesalahan besar apabila Idul Fitri dimaknai dengan `perayaan kembalinya kebebasan makan dan minum` sehingga yang tadinya dilarang makan siang, setelah hadirnya Idul Fitri akan balas dendam., atau dimaknai sebagai kembalinya kebebasan berbuat maksiat yang tadinya dilarang dan ditinggalkan. Kemudian, karena Ramadhan sudah usai maka kemaksiatan kembali ramai-ramai digalakkan. Ringkasnya, kesalahan itu pada akhirnya menimbulkan sebuah fenomena umat yang saleh musiman, bukan umat yang berupaya mempertahankan kefitrian dan nilai ketakwaan.
Ikhtisar
– Idul fitri merupakan momentum terbaik bagi setiap manusia untuk kembali ke fitrahnya sebagai makhluk yang suci dan terampuni dosanya.
– Cuma, saat ini masih banyak kalangan yang mengartikan Idul Fitri hanya sebagai hari terbebasnya manusia dari kewajiban berpuasa.
– Ada juga kalangan yang menjadikan Idul Fitri sebagai hari pamer kemewahan.
– Mereka yang keliru memaknai Idul Fitri hanya akan menjadi manusia yang saleh secara musiman.
* Mahasiswa Pascasarjana Departemen Tafsir dan Ilmu-ilmu Alquran Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir
pernah di muat di http://www.republika.co.id/kolom_detail.asp?id=309998&kat_id=16
Trm kasih. Izin share.
sesungguhnya bukan kembali kepada kesucian ;…………..
setiap manusia khususnya umat islam dalam setahun ada kewajiban menjalankan ibadah syaum di bulan ramadan ……
pada bulan ramadan adalah bulan saatnya introspeksi,koreksi dan mengefaluasi apa yang sudah dilakukan sebelas bulan kebelakan apabila sudah melaksanakan syaum di bulan ramadan bukan berarti kembali bersih atau suci …………..
namun tutup buku catatan lama sebelan bula yang lalu yang catatannya bisa saja baik bisa juga buruk.
pada tgl 1 syawal itu adala mendapatkan kembvali senuah buku catatan baru yang masih bersih atau suci untuk di isi lagi sebelas bulan yang akan datang……..
dan perlu di ketahui catatan itu akan tersimpan sampai hari kiamat dan akan di pertanggung jawabkan oleh masing masing diu hadapan hukum Allah swt.
makanya kebanyakan idul fitri banyak yang berbagga hati merasa suci kembali itlulah pemahaman yang sangat di tidak dewasa dalam memahami hukum islam
sebagai bahan tafaqur saja …………….
saya mau tanya kalau orang wahabi pengertian iedul fitri spt ini :Pada setiap kali menjelang Idul Fithri seperti sekarang ini (Ramadhan 1431 H) atau tepat pada hari rayanya, seringkali kita mendengar dari para khatib (penceramah/mubaligh) di mimbar menerangkan: Bahwa Idul Fithri itu maknanya – menurut persangkaan mereka – ialah “Kembali kepada fithrah.”
Yakni: Kita kembali kepada fithrah kita semula (suci) disebabkan telah dihapus dosa-dosa kita”
Penjelasan mereka diatas adalah kurang tepat baik ditinjau dari segi lughah/bahasa maupun syara’/Agama.
Pertama: menurut lughah/bahasa bahwa lafazh “fithru/ifthaar” (Ø£Ùطار / Ùطر) artinya menurut bahasa berbuka (yakni berbuka puasa jika terkait dengan puasa). Jadi Idul fithri artinya “hari raya berbuka puasa”. Yakni kita kembali berbuka (tidak puasa lagi) setelah selama sebulan kita berpuasa. Sedangkan “fithrah” tulisannya sebagai berikut ( Ùطرة ) bukan ( Ùطر ).
Kedua: menurut syara’ telah datang hadits yang menerangkan bahwa Idul Fithri itu ialah Hari raya kita kembali berbuka puasa.
عَنْ اَبÙىهÙرَيْرَةَ : Ø£ÙŽÙ†ÙŽÙ‘ رَسÙوْل٠الله صَلَى الله عَلَيْه٠وَسَلَّمَ قَالَ :اَلصَّوْم٠يَوْمَ تَصÙوْمÙوْنَ, وَالْÙÙطْرÙيَوْمَ تÙÙْطÙرÙوْنَ. صØÙŠØ,أخرجه الترمذي واللÙظ لهوأبوداودوابن ماجه والدارقطني والبيهقي.
Artinya: Dari Abi Hurairah (ia berkata): Bahwasannya Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda, “Shaum / puasa itu ialah pada hari kamu berpuasa, dan (idul) fithri itu ialah pada hari kamu berbuka. Dan (idul) adhha (yakni hari raya menyembelih hewan-hewan kurban) itu ialah pada hari kamu menyembelih hewan.” (Hadits Shahih dikeluarkan oleh imam-imam: Tirmidzi (No: 693), Abu Dawud (No: 2324), Ibnu Majah (No: 1660), ad Daruquthni (2/163-164) dan Baihaqi (4/252) dengan beberapa jalan dari Abi Hurairah. Dan lafazh ini dari riwayat Imam Tirmidzi.) link nya ini :
http://www.facebook.com/home.php?#!/notes/-teguh-abw-dhkwan/makna-idul-fithri-adhha/140163722685347
bagaimana menurut antum ????
mohon penjelasannya
thanks tulisannya
pengertian kembali kepada kesucian itu belum tentu pengertian yang baik dan benar. apakah semua orang yang berhasil melewati bulan ramadhan tanpa kehilangan puasanya satu haripun otomatis kembali kepada kesucian? bukankah ada hadits yang menyatakan bahwa betapa banyak orang yang berpuasa tetapi tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga.
Ana setuju sekali idul fitri artinya kembali kpd kesucian atau fitrah. Tapi tidk sependapat bila idul fitri di arti hari kemenangan. Pertanyaannya kemenangan melawan siapa, syetan? padahal setan telah bersumpah sampai menjelang ajal kita tiba pun akan selalu ada setan yang menggagu. Gitu aja makasih
maaf… anda dan juga saya tidak memiliki kapasitas untuk setuju atau tidak setuju. apalagi anda berpendapat tidak berdasarkan dalil yang jelas, hanya menurut hemat anda saja. biarkan masalah ini kembali kepada ahlinya yaitu para ulama, tanyakan masalah ini kepada ulama.
adakah perubahan diri pada kita usai ramadhan itu akan sangat tergantung pada pemahaman kita akan makna idul fitri.jazakumullah
saya setuju banget, bahwa idul fitri bukan hari kebebasan bermaksiat lagi, berlumur dosa lagi,
justru saya menilai setelah bulan ramadhan adalah bulan-2 yg sangat berat, karena selama 11 bulan kedepan dapatkah kita menjiwai ramadhan, mewarnai 11 bulan seperti ramadhan..??, maaf saya bukan ahli dalam agama, tapi saya pribadi menilai bahwa saya harus berubah setelah saya digembleng di bulan ramadhan, Ya ALLAH beri saya kekuatan untuk menjalankan perintahMU dan ngejahuin laranganMU
Mohon izin copy makna takbiran boat di blogku
#abay
ya dipersilahkan mas
asalamu’alaikum,
Bang Nur sya mo nanya: Fitri dan Fitrah apa asal kata bahasa arabnya sama (fathara/ifthar)? karena ada perbedaan penggunaan ta marbutah pada “Fitrah” yang biasanya diartikan “suci”. Apa memang artinya sama (fitri dan fitrah)? terima kasih sebelumnya
ass…
mas aku minta izin tuk memuat tulisan ini sebagai bahan materi aku ok. sebelumny makasih ya.
wassalam
#cahyo
Silahkan, semoga bermanfaat buat anda
mas Nur.aku minta ijin buat ngopi n mau tak tampilkan di buletin yayasan q.thanx b 4.