Ada tiga perkara yang disembunyikan Allah Swt, yang sangat penting kita ketahui, tiga perkara tersebut dijelaskan oleh Imam Ghazali dalam Magnum Opusnya, Ihya Ulumuddin, simak lengkapnya di bawah ini:
وَقَالَ زَيْنُ اْلعَابِدِيْن عَلِيُّ ابْنُ اْلحُسَيْنِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا: إنَّ اللهَ خَبَّأَ ثَلَاثًا فِى ثَلَاثٍ : خَبَّأَ رِضَاهُ فِيْ طَاعَتِهِ فَلَاتَحْقِرُوا مِنْ طَاعَتِهِ شَيْئاً فَلَعَلَّ رِضَاهُ فِيْهِ، وَخَبَّأَ سُخْطَهُ فِيْ مَعْصِيَتِهِ فَلَا تَحْقِرُوْا مِنْ مَعْصِيَتِهِ شَيْئًا فَلَعَلَّ سُخْطَهَ فِيْهِ، وَخَبّأَ وِلَايَتَه فِي خَلْقِه فَلَا تَحقِرُوْا مِن عِبَادِهِ اَحدًا فَلَعَلهُ وَلِيُّ اللهِ
Artinya: “Ali Zainal Abidin bin Husein ra. berkata: Allah Swt menyembunyikan tiga perkara dalam tiga perkara. Pertama, Allah menyembunyikan ridha-Nya dalam amal ketaatan kepada-Nya, maka jangan remehkan sesuatu pun dari ketaatan kepada Allah, mungkin di situlah letak ridha-Nya.
Kedua, Allah menyembunyikan murka-Nya dalam perbuatan maksiat, maka jangan meremehkan sesuatu dari maksiat kepada Allah, mungkin di situlah letak murka-Nya.
Ketiga, Allah menyembunyikan para wali-Nya di antara makhluk-Nya, maka jangan meremehkan seorangpun dari hamba-hamba-Nya, mungkin ia adalah wali Allah.”
Dari kutipan yang terdapat dalam kitab Ihya’ Ulumuddin di atas dapat diuraikan sebagai berikut:
Pertama, Allah menyembunyikan ridha-Nya dalam amal ketaatan kepada-Nya. Hakikat kita melaksanakan suatu perintah adalah mendapatkan ridha Allah. Walaupun ketaatan yang telah kita laksanakan tidak menjamin diterimanya amal tersebut, kita tetap tidak boleh menyepelekan suatu amal kebaikan, baik yang besar maupun yang kecil. Bisa jadi Allah justru memberikan ridha-Nya pada amal yang dipandang sebelah mata hal tersebut.
Sebagaimana yang kerap kita dengar, mengenai kisah seorang wanita pelacur yang hidupnya dipenuhi dengan perbuatan maksiat, namun siapa sangka satu amal yang menurut kita remeh dapat membalik takdirnya. Wanita itu pun masuk surga dengan amal yang dilakukan. Yaitu memberi minum anjing yang tengah kehausan.
Sepintas, amal tersebut terlihat begitu biasa saja, bahkan tak berarti, tapi Allah tidak melihat dari besar atau kecil suatu amal, melainkan seberapa ikhlas hamba tersebut mengerjakannya.
Kedua, Allah menyembunyikan murka-Nya atas perbuatan maksiat yang dilakukan hamba-Nya.
Setiap kemaksiatan memicu murka Allah kepada pelakunya, namun Allah tiada memperlihatkan murka-Nya secara seketika. Oleh karena itu, hendaknya kita tidak menganggap enteng atas kemaksiatan yang telah kita perbuat, lebih-lebih pada maksiat yang dianggap kecil, sebab bisa jadi Allah menampakkan murka-Nya terhadap maksiat kecil yang diperbuat tadi. Hal ini dimaksudkan agar kita tidak meremehkan maksiat kepada Allah.
Dalam pembahasan ini, penulis teringat cerita tentang Barseso. Konon, Barseso adalah hamba yang begitu taat kepada Allah SWT. Bahkan, seluruh murid-muridnya dapat melayang di angkasa sehingga mengundang decak kagum para malaikat.
Akan tetapi, pada suatu ketika dalam mihrabnya ada sesosok iblis yang menjelma menjadi manusia. Iblis tersebut beribadah di samping Barseso. Bahkan, iblis tersebut mampu mengalahkan ibadah yang dilakukannya.
karena didorong kekaguman yang amat besar, Barseso pun bertanya rahasia agar dapat beribadah sebanyak yang dilakukan oleh Iblis itu. Iblis yang menjelma tadi lalu menjawab, “Kamu akan mampu melakukan hal tersebut bila melakukan kemaksiatan sebagaimana yang kulakukan”
Singkat cerita, Barseso ingin berbuat satu maksiat agar dapat menjadi penyemangat ibadah. Setelah melewati pergolakan batin, akhirnya dipilihlah minum khamar, sebab menurutnya dosa minum khamar tidak begitu besar. Namun tanpa diduga, dalam keadaan mabuk sebab khamar, Barseso melakukan dosa-dosa besar yang lain, yaitu berzina, membunuh hingga akhirnya mati dalam keadaan tunduk pada iblis tadi. Wal iyadzu billah
Ketiga, Allah menyembunyikan para wali-Nya di antara para makhluk-Nya.
Hal ini dimaksudkan agar kita tidak merendahkan siapa pun dari hamba-hamba-Nya, karena ada kemungkinan ia adalah kekasih Allah. Dalam suatu masalah, apabila kita meneliti seseorang dan yakin bahwa ia bukan wali, maka tidak boleh juga meremehkannya, ini adalah tindakan yang harus dihindari, karena poin utama dari maqalah ini adalah larangan untuk meremehkan siapa pun. Wallahu A’lam.
Penulis: Ubaid Ar-Rahman
Editor: Mahir Riyadl
0 Comments