Sebagai seorang mukmin yang senantiasa mendambakan ridla dari Allah Subhanahu wata’ala, hendaknya selalu menjalankan dan memelihara amal-amal sunah dan beberapa adab (etika), sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wasallam, keluarga dan para sahabatnya, karena hal ini dapat menjernihkan hati dan mengandung beberapa rahasia yang lain.
Hal ini telah dibuktikan oleh para ahli shufi. Dengan bekal keteguhannya memelihara amal sunah dan beberapa adab serta berperilaku dengan akhlaknya Nabi, mereka memperoleh martabat dan maqam yang luhur di sisi Allah Subhanahu wata’ala. Itu sebabnya dalam ilmu Tashawwuf, yang paling banyak dibicarakan adalah pembahasan mengenai adab. Kata tashawwuf sendiri berasal dari kata “shofa-yashfu” yang artinya jernih.
Dalam beribadah sholat misalnya, hendaknya kita memelihara beberapa kesunatan dan adab. Seorang laki-laki dalam beribadah sholat, hendaknya memakai pakaian yang berlengan panjang dan menutupi kepala (tidak gundulan). Meski tidak ada nash Hadits yang berbicara tentang hal ini, namun bukankah Allah Subhanahu wata’ala menganjurkan kepada kita untuk berpakaian yang baik ketika melaksanakan sholat? “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid.” (QS. Al A’raf:31)Namun bukan berarti ketika amal sunah dan adab itu sudah dipelihara dengan baik, kita menjadi terbebas dari menjalankan amal fardlu sebagaimana yang diduga oleh kebanyakan orang-orang bodoh. Yang sebenarnya, justru amal fardlu harus tetap lebih diutamakan dari pada amal sunah dan adab. Artinya, bahwa ketiganya, baik amal fardlu, amal sunah dan juga adab sama-sama harus dijalani dan dipelihara dengan sebaik-baiknya.
Allah Subhanahu wata’ala berfirman dalam Hadits Qudsi: “Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda, Allah subhanahu wata’ala berfirman, “Tidak ada seorang pun hamba-Ku yang mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai dari pada melakukan amal fardlu. Hamba-Ku yang selalu mendekatkan diri kepada-Ku dengan amal-amal sunah, niscaya Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku (menjaga) telinganya yang ia mendengar dengannya, Aku (menjaga) matanya yang ia melihat dengannya, Aku (menjaga) tangannya yang ia memukul dengannya, Aku (menjaga) kakinya yang ia berjalan dengannya. Jika dia meminta-Ku, maka Aku akan mengabulkannya. Dan bila dia meminta perlindungan kepada-Ku, Aku pasti juga akan melindunginya.” (HR. Bukhari)
Sebagai seorang muslim, kita tentunya harus konsisten dalam menjalankan syariat Islam dengan cara selalu mengikuti segala hal yang telah diajarkan oleh Rasulullah Shollallahu alaihi wasallam, baik mulai dari sikap, ucapan maupun perbuatannya. Misalnya, tatacara beliau makan, minum, menerima tamu, bertetangga, berbisnis, bergaul dengan istri dan keluarga, dan lain-lain. Mengikuti dan meneladani segala aspek dari perilaku Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wasallam ini adalah wujud dari rasa kecintaan kepada Allah Subhanahu wata’ala, sebagaimana firman-Nya: “Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran:31).
Namun, yang terjadi pada masa sekarang ini, justru banyak orang Islam yang lebih memilih mengikuti perilaku dan petunjuk kalangan agama lain, Nasrani dan Yahudi. Setidaknya dapat dilihat dari beberapa hal yang mulai mentradisi di tengah-tengah masyarakat kita. Misalnya, pesta ulang tahun yang diikuti dengan proses meniup lilin, tepuk tangan, memotong roti atau tumpeng dan bernyanyai bersama “Happy best day to you”. Kalau dicermati, sebenarnya kegiatan ini sama sekali tidak ada dasarnya dalam syariat Islam. Demikian pula halnya kebiasaan memakai baju serba hitam di saat ta’ziah mayit, atau kebiasaan berpakaian serba ketat, bukak-bukaan dan transparan yang makin menggejala di lingkungan kaum muslimin, semuanya adalah buah propaganda kaum Nasrani dan Yahudi, yang tak terasa telah menjadi tradisi kaum muslimin.
Barangkali inilah yang dikhawatirkan oleh Baginda Nabi Muhammad saw., sebagaimana sabdanya dalam Hadits Shohih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori, Imam Muslim, Imam Tirmidzi dan Imam Ahmad, “Diriwayatkan dari Sa’id al Khudlri, Nabi Muhammad saw. bersabda, “Sungguh kamu semua besuk akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Bahkan ketika mereka masuk lubangnya Biawak (binatang Dlob), kamu semua mengikutinya.” Sahabat bertanya, “Wahai Rasulallah, (apakah mereka yang dimaksud sebelum kamu semua itu) Yahudi dan Nashrani?” Rasulullah menjabab, “Kalau tidak mereka, lalu siapa?”
Prediksi Nabi saat ini memang telah sangat jelas terlihat kebenarannya. Selain beberapa hal di atas, masih sangat banyak budaya-budaya Barat yang hampir semuanya budaya Nashrani dan Yahudi secara tidak terasa namun pasti, telah diikuti oleh kebanyakan umat Islam.
dlm ibdah mnutup kepala (tdk gundulan) knp disyaratkan jls2 gk ada tuntunan nabi /klo sholat sunnah pakai surban ada dalilnya msalah lipatan pahalanya dbanding tnpa surban.klo dsr yg dgunakan dalil itu khan gkda bahasan tutup kepala,klo pkai dalil itu gmn klo kesukaaan q helm,wajibkah q berhelm wktu sholat.
mas, ulama mana yang mensyaratkan harus pakai tutup kepala? :-p
Teruslah berdakwah di jalan Allah. Ana tunggu artikel berikutnya.