Hidup manusia laksana berlayar di atas samudera luas. Kadang melaju tenang, kadang terombang-ambing ombak dan bahkan diterpa badai dahsyat. Pada saat seperti itu, hidup manusia pun ditentukan, apakah akan selamat atau karam ke dasar samudera.
Seperti berlayar, begitulah kehidupan nyata manusia di dunia. Ada yang terjerat dalam kesesatan, ada pula yang selamat sampai ke tujuan. Mereka yang tenggelam oleh silaunya dunia, boleh jadi hanya sedikit saja yang selamat sampai tujuan. Sementara mereka yang memandang dunia sebagai tanaman akhirat, maka itulah jalan keselamatan. Tegasnya, hidup di dunia ini harus penuh mawas diri. Tidak terpesona oleh silaunya dunia dan tidak hanyut oleh buaian nafsu.
Saat menjadi khalifah, Umar bin Abdul aziz pernah mengirimkan pasukannya untuk berperang melawan tentara Romawi. Namun sayang, tentara yang dikirim beliau mengalami kekalahan, sampai ada sekitar dua puluh tentara Islam yang menjadi tawanan tentara Romawi. Kemudian mereka dibawa untuk menghadap pada kaisar Romawi. Sesampainya di istana, kaisar Romawi membujuk mereka meninggalkan agama Islam dan berpindah pada agamanya yang menyembah berhala. Hal itu terus dilakukan oleh kaisar sampai beberapa kali. Namun, tetap saja hasilnya nihil.
Pada hari selanjutnya, kaisar Romawi memanggil para tawanan dan membujuk mereka agar mau meninggalkan agama Islam. Mereka dipanggil satu persatu. Terhadap tawanan pertama kaisar berkata, “Jika kamu mau menyembah berhala, dan masuk agamaku untuk menyembah berhala, maka kamu akan aku jadikan amir (penguasa) di sebuah wilayah yang besar, akan aku beri tanda, pakaian kebesaran, penghargaan, dan sebuah alat komando. Akan tetapi, jika kamu menolak –masuk agamaku- maka aku akan penggal lehermu.”
“Aku tidak akan pernah menjual agamaku dengan gemerlapnya dunia,” jawab tawanan pertama.
Maka tawanan pertama tersebut dibunuh dengan cara dipenggal lehernya. Tapi anehnya, setelah dipenggal, kepalanya terbang hingga mengelilingi lapangan dan membaca sebagaian ayat al-Quran surat al-Fajrayat 27-80: “wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhaiNya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku. Dan masuklah dalam surga-Ku.”
Menyaksikan kejadian yang seperti itu, kaisar sangat marah dan memanggil tawanan yang kedua dengan berkata sebagaimana yang dikatakan pada tawanan yang pertama, namun tawanan tersebut menolak dengan mengatakan secara tegas, ”Aku tidak sudi menjual agama dengan dunia. Walaupun kamu mampu memotong leherku hingga nyawaku tercabut dari jasadku, namun kamu tidak akan bisa mencabut iman dariku.” Maka tawanan tersebut dipenggal, kepalanya juga terbang dan mengelilingi lapangan hingga tiga kali sambil membaca al-Quran surat al-Haqqah ayat 21-23: “Maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridhai, dalam surga yang tinggi, buah-buahanya dekat.”
Kaisar bertambah marah ketika melihat kejadian yang ini dan meminta agar tawanan yang ketiga dihadapkan padanya.” Jika kamu mau masuk agamaku, maka aku akan menjadikanmu amir,” ucap kaisar sambil mengancamnya. Maka dengan keadaan takut dan terpesona dengan bujukan kaisar, tawanan yang tadi berkata: “Aku bersedia masuk agamamu. Aku lebih memilih gemerlapnya dunia daripada akhirat (yang belum jelas).”
“Berikan padanya seperti yang aku janjikan tadi,” perintah kaisar kepada menterinya.
Di sela-sela itu, ada seorang menteri yang sangat cerdik dan licik tidak setuju dengan keputusan yang diambil kaisar. “Wahai kaisar! Bagaimana saya bisa mempercayai dan memberikan semua itu –dengan Cuma-cuma- tanpa mengujinya terlebih dahulu?” kata menteri itu.
“Jika yang kamu ucapkan benar, maka bunuhlah salah satu temanmu, baru setelah itu kami dapat mempercayai ucapanmu,” perintah sang menteri kepada penjual agama (tawanan ketiga) tadi.
Maka tawanan ketiga itu membuktikannya dengan membunuh salah satu temannya sendiri (tawanan yang lain). Kaisar merasa senang dengan apa yang dilakukannya dan berkata pada para menterinya dan tawanan-tawanan Islam yang lain, “jadikan ia sebagai contoh”.
“Wahai kaisar yang agung! Rasanya sangat tidak masuk akal jika anda mempercayai begitu saja terhadap apa yang diucapkan dan apa yang diperbuatnya. Ia tidak dapat menjaga hak temannya sendiri yang sejak kecil hingga besar –saat ini- telah bersamanya. Maka bagaimana mungkin ia dapat menjaga hak kita? Padahal kita baru saja dikenalnya,” ucap sang menteri.
Akhirnya, dengan berbagai alasan, ucapan-ucapan menteri itu diterima oleh kaisar dikarenakan ketakutannya pada tawanan itu, jangan-jangan ia besok juga akan mengkhianatiku dan yang lainnya, hingga sang kaisar mengeluarkan perintah agar tawanan yang ketiga itu dibunuh dengan cara dipenggal kepalanya. Setelah terpenggal, kepala itu mengelilingi lapangan sampai tiga kali sambil membaca ayat: “Maka apakah (engkau hendak mengubah nasib) orang-orang yang dipastikan mendapat azab? Apakah engkau (Muhammad) akan menyelamatkan orang yang berada dalam api neraka?”(QS.az-Zumar:19)
Sampai sekarang ini, masih banyak politikus yang mempunyai sifat seperti tawanan ketiga. Karena menurutnya, dalam berpolitik, tidak ada kawan sejati, yang ada hanyalah musuh sejati. Sehingga kalau mereka tidak menjegal lawan politiknya dulu, maka mereka akan terjegal. Demi tujuan, semuanya akan dikorbankan, tidak hanya uang, bahkan kehormatan dan harga diri pun akan dipertaruhkan; dan lebih parahnya lagi, rela mengorbankan agama, karena dinilainya agama hanya akan menghambat karirnya.
Hal itu disebabkan oleh lemahnya iman hingga akan mudah tergiur oleh kekayaan, pangkat/jabatan, dan popularitas. Ketika mendapat ancaman, ia merasa takut menghadapinya (takut mati). Demi mendapatkan gemerlapnya keindahan duniawi, ia tempuh jalan dengan cara menghalalkan segala cara dan rela mengorbankan orang lain, meskipun teman seperjuangannya sendiri. Ia adalah pengkhianat perjuangan dan menjual agama. Orang seperti inilah yang diisyaratkan oleh Allah dalam sebuah firman-Nya (al-Baqoroh:16): ”Mereka itulah yang membeli kesesatan dengan petunjuk. Maka perdagangan mereka tidak beruntung dan mereka tidak mendapat petunjuk.”
Sumber: Majalah Langitan/Om Zack
0 Comments