Ucapan Alhamdulillah, sebagai manifestasi rasa syukur kehadirat Allah Swt, Penguasa jagad raya ini. Shalawat dan salam semoga tetap terhatur kepada Nabi Muhammad Saw.
Pembaca yang budiman,
Allah berfirman: “Ketahuilah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Q.S. Yunus: 62)
Jika disebutkan wali, maka yang segera terbayang di benak kita adalah keanehan atau kenyentrikan darinya. Padahal jika dirujuk dari ilmu tasawuf bahwa sebenarnya wali adalah orang yang selalu intens menjaga diri untuk taat kepada Allah dan tetap disiplin memenuhi kewajibanNya dan menjauhi larangNya. Jadi, term wali dalam arti aktifnya ialah ‘orang yang menginginkan’ (murid). Proses mendapatnya adalah dengan kedalaman ilmu dan ibadah secara terus-menerus (mujahadah). Tidak bisa seseorang dikatakan wali jika hanya sebab terjadinya hal luar biasa.
Proses itulah yang kiranya ditempuh oleh KH. Abdul Hamid sehingga beliau mencapai derajat mulia. Kewalian Kiai Hamid tidak hanya dipandang karena kenyentrikannya saja, melainkan karena kedalaman ilmu dan peningkatan mutu ibadahnya.
Dari sinilah, kami coba hadirkan kepada pembaca sisi keteladanan Kiai Hamid yang sering terlupakan oleh masyarakat luas, hasil analisis dan wawancara redaktur kepada KH. Muhammad Idris Hamid, putra bungsu KH. Abdul Hamid.
Pembaca yang budiman,
Selain ulasan di atas, kami juga sajikan dalam edisi kali ini beberapa rubrik menarik lainnya, seperti problematika berpacaran dalam Islam, catatan perjalanan ziarah ke masjid, maktab dan makam Abdullah bin Abbas di kota Thaif, Arab Saudi. Serta beberapa rubrik lain yang tentunya bisa diambil manfaat.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Untuk pemesanan silakan hubungi:081 3 3202 9222/ 0858 5072 2223
periklanan: 081 556 611 035/ 085 290 001 543
0 Comments