Idealnya, berangkat shalat Jumat itu sepagi mungkin, namun karena beberapa kendala, terkadang kita terlambat dalam mengikuti pelaksanaan shalat, adakalanya saat terlambat menemui satu rakaat dari imam, adakalanya hanya menemui tahiyat akhir saja, bagaimana panduan shalat Jumat bagi orang yang datang terlambat?
Sebelum itu, mari kita ketahui bahwa seorang yang terlambat mengikuti imam dalam shalat itu disebut makmum masbuq, kebalikannya, disebut makmum muwafiq.
Lebih jelasnya mari kita ikuti keterangan dari Syaikh Sa’id bin Muhammad Ba’isun tentang definisi makmum muwafiq dan masbuq. Dalam kitab Busyra al-Karim disebutkan:
هَذَا كُلُّهُ فِي الْمُوَافِقِ وَهُوَ مَنْ أَدْرَكَ مَعَ الْإِمَامِ قَدْرَ الْفَاتِحَةِ بِالنِّسْبَةِ اِلَى الْقِرَاءَةِ الْمُعْتَدِلَةِ لَا لِقِرَاءَةِ الْإِمَامِ وَلَا لِقِرَاءَةِ نَفْسِهِ عَلىَ الْأَوْجَهِ. اِلَى اَنْ قَالَ وَأَمَّا الْمَسْبُوْقُ وَهُوَ مَنْ لَمْ يُدْرِكْ مَا مَرَّ فِي الْمُوَافِقِ فِيْ ظَنِّهِ مِنَ الرَّكْعَةِ الْأُوْلَى أَوْ غَيْرِهَا
Artinya: “Yang demikian tersebut berlaku untuk makmum muwafiq, yaitu makmum yang menemui durasi waktu membaca al-Fatihah bersama Imam sesuai dengan standar bacaan sedang, bukan bacaannya Imam dan makmum sendiri menurut pendapat al-aujah (yang kuat). Adapun masbuq yaitu orang yang tidak menemui kriteria yang disebutkan dalam makmum muwafiq sesuai dugaannya, baik di rakaat pertama atau lainnya.” (Al-Syaikh Sa’id bin Muhammad Ba’isyun, Busyra al-Karim bi Syarhi Masail al-Ta’lim)
Berkaitan dengan makmum masbuq shalat Jumat, setidaknya ada dua perincian yang perlu dipahami sebagaimana berikut.
Pertama, masbuq yang menemui ruku’ rakaat kedua dari imam.
Masbuq yang pertama ini adalah yang menemui satu rakaat bersama imam, setelah imam salam, ia hanya perlu menambah satu rakaat saja dan shalat Jumatnya sudah sah.
Syaikh Zainuddin Al-Malibari mengatakan,
ولو أدرك المسبوق ركوع الثانية واستمر معه إلى أن سلم أتى بركعة بعد سلامه جهرا وتمت جمعته
“Jika makmum masbuq menemui rukuk pada rakaat kedua dari imam, dan makmum mengikutinya sampai imam salam, maka bagi makmum untuk menambah satu rakaat lagi setelah salamnya imam dengan bacaan yang keras, dan sempuranalah shalat Jumatnya makmum tadi” (Syaikh Zainuddin Al-Malibari, Fathul Muin)
Kedua, masbuq yang tidak menemui ruku rakaat kedua dari imam.
Masbuq jenis kedua ini adalah masbuq yang sama sekali tidak menemui rakaatnya imam. Adapun ketentuannya, si makmum wajib mengikuti shalat Jumat dengan niat shalat Jumat. Setelah salamnya imam, ia wajib menyempurnakannya seperti shalat Dzuhur, maksudnya wajib menambahkan 4 rakaat sebagaimana shalat Dzuhur tanpa perlu niat shalat Dzuhur.
Syaikh Zainuddin Al-Malibari menjelaskan,
وتجب على من جاء بعد ركوع الثانية نية الجمعة على الأصح وإن كانت الظهر هي اللازمة له
“Dan wajib bagi seorang yang shalat Jumatnya setelah ruku rakaat kedua imam, berniat shalat Jumat menurut pendapat yang ashah, walaupun shalat yang dilakukan shalat Dzuhur, shalat itu menetapi baginya” (Syaikh Zainuddin Al-Malibari, Fathul Mu’in)
Adapun bila masbuq jenis kedua ini setelah menyempurnakan shalatnya menemukan jamaah shalat Jumat yang lain, maka ia wajib mengikutinya, sedangkan shalat Dzuhur yang ia lakukan, dengan sendirinya berstatus shalat sunnah.
Syaikh Mahfudz, pakar fikih dan hadits dari Pacitan dalam kitabnya Hasyiyah Al-Turmusi menjelaskan,
وَلَوْ أَدْرَكَ هَذَا الْمَسْبُوْقُ بَعْدَ صَلَاتِهِ الظُّهْرَ جَمَاعَةً يُصَلُّوْنَ الْجُمُعَةَ وَجَبَ عَلَيْهِ أَنْ يُصَلِّيَهَا مَعَهُمْ كَمَا قَالَهُ فِي النِّهَايَةِ وَيَتَبَيَّنُ انْقِلَابُ الظُّهْرِ نَفْلًا لِأَنَّهُ مِنْ أَهْلِ الْوُجُوْبِ وَبَانَ عَدَمُ الْفَوَاتِ وَمَعْلُوْمٌ أَنَّ الْكَلَامَ عِنْدَ جَوَازِ التَّعَدُّدِ.
“Apabila setelah shalat dzuhur masbuq jenis ini menemui kelompok yang melaksanakan Jumat, maka ia wajib mengikuti Jumat bersama mereka seperti yang dikatakan Imam al-Ramli dalam kitab al-Nihayah. Dan telah nyata Dzuhur yang dilakukannya berubah menjadi sunah, sebab ia tergolong orang yang berkewajiban Jumat, sementara nyatanya Jumat tidak terlewatkan untuknya. Dan merupakan hal yang maklum, dalam hal ini konteksnya adalah saat diperbolehkan berbilangnya pelaksanaan Jumat dalam satu desa”. Wallahu A’lamu
Penulis: Mahir Riyadl
0 Comments