Terhitung sampai tanggal 13 Juni 2023, para jamaah haji asal Indonesia yang meninggal di tanah suci sudah sebanyak 58 orang. Menyikapi hal ini, pemerintah membentuk tim badal haji untuk para jamaah yang meninggal tersebut. Lalu bagaimana hukum dan syarat-syaratnya? Simak penjelasannya di bawah ini.
Pengertian Badal Haji
Dilansir dari kemenag.go.id, Hasil Mudzakarah Perhajian Nasional Tentang Badal Haji [2016]. Badal haji adalah pelaksanaan ibadah haji yang dilakukan oleh seseorang atas nama orang lain yang sudah meninggal (sejak di embarkasi dan pelaksanaan wukuf). Juga bagi jamaah haji yang uzur jasmani dan rohani (tidak dapat diharapkan kesembuhannya menurut medis, sakit tergantung dengan alat, dan gangguan jiwa), sehingga tidak dapat melaksanakan wukuf di Arafah.
Hukum Badal Haji
Sayyid Abu Bakar Utsman bin Muhammad Syatha’ ad-Dimyathi as-Syafi’i dalam kitabnya, I’anah at-Thalibin menyatakan bahwa Pelaksanaan badal haji itu diperbolehkan. Mengenai landasan hukum yang digunakan beliau dalam hal ini sebagaimana salah satu hadits Rasul Saw yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra.
Bahwa ada seorang perempuan dari bani Juhainah yang datang kepada nabi Saw kemudian bertanya,
ان أمي نذرت أن تحج فماتت قبل أن تحج أفأحج عنھا
“Sesungguhnya ibuku telah bernazar untuk melaksanakan haji, kemudian ia wafat sebelum melaksanakannya, apakah aku bisa menghajikannya?” Lalu Nabi Muhammad saw menjawab,
نعم حجى عنھا أرأیت لو كان على أمك دین أكنت قاضیته قالت نعم قال اقضوا حق ﷲ فاالله أحق بالوفاء
“Ya, hajikanlah untuknya, kalau ibumu punya hutang kamu juga wajib membayarnya bukan?. Perempuan tersebut berkata “iya”. Lalu nabi pun menjawab,
“Bayarlah hutang Allah karena hak Allah lebih berhak untuk dipenuhi” (HR. Bukhari)
(I’anah al-Thalibin, [Indonesia, Darul Ihya’ Kutub Arabiyah: Tanpa Tahun], Juz II, halaman 287)
Kriteria Orang yang Bisa Dibadal Hajikan
Dalam kitab Fathul Mu’in karangan imam Zainuddin Al-Malibari disebutkan sedikitnya ada dua orang yang hajinya bisa digantikan.
Pertama, عن میت عليه نسكYaitu seorang yang telah meninggal serta memiliki kewajiban haji. Kedua, عن آفاقي معضوب عاجز عن النسك بنفسه Seorang yang berada di luar kota Makkah yang mengalami sakit parah sehingga tidak mampu melaksanakan haji. Dengan catatan sakit yang diderita orang tersebut sudah tidak bisa diharapkan lagi kesembuhannya.
Selain itu, terdapat kriteria yang lain, yaitu bila orang pergi haji tersebut mengalami gangguan jiwa. Hal ini sebagaimana dikatakan Akhmad Fauzin, Juru Bicara Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) yang dikutip dari Nu Online.
Syarat Menjadi Badal Haji
Seseorang yang menjadi badal haji disyaratkan sudah pernah melakukan haji terlebih dahulu, apabila ia belum berhaji bagi dirinya, maka tidak cukup atau tidak boleh untuk menggantikan haji orang lain. Sebagaimana Hadits dari Ibnu Abbas ra. menyatakan:
عَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا، أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم سَمِعَ رَجُلًا يَقُولُ: لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ. قَالَ: مَنْ شُبْرُمَةُ؟ قَالَ: أَخٌ أَوْ قَرِيبٌ لِيْ. قَالَ: حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ؟ قَالَ: لَا. قَالَ: حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ، ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ. رواه أبو داود وابن حبان و حاكم
Artinya, “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, sungguh Nabi saw mendengar seorang lelaki membaca talbiyah: ‘Laibaika dari Syubrumah.’ Beliau pun meresponnya dengan bertanya: ‘Siapa Syubrumah?’ Laki-laki itu menjawab: ‘Saudara atau kerabatku.’ Nabi tanya lagi: ‘Apakah kamu sudah haji untuk dirimu sendiri?’ Orang itu menjawab: ‘Belum.’ Nabi pun bersabda: ‘Hajilah untuk dirimu sendiri, kemudian baru haji untuk Syubrumah.” (HR Abu Dawud, Ibnu hibban, dan Hakim).
Penulis: Mahirur Riyadl
Editor: Yazid Fathoni
0 Comments