قُتِلَ أَصْحَابُ الْأُخْدُودِ (4) النَّارِ ذَاتِ الْوَقُودِ (5) إِذْ هُمْ عَلَيْهَا قُعُودٌ (6) وَهُمْ عَلَى مَا يَفْعَلُونَ بِالْمُؤْمِنِينَ شُهُودٌ (7) وَمَا نَقَمُوا مِنْهُمْ إِلَّا أَنْ يُؤْمِنُوا بِاللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ (8) الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ (9)
“Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, Yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, Ketika mereka duduk di sekitarnya, Sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji, yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; dan Allah Maha menyaksikan segala sesuatu.” (QS. Al Buruj 04-10)
Ashabul Ukhdud
Para ahli ilmu berbeda pendapat tentang siapa Ashabul Ukhdud. Sebagian dari mereka mengatakan Ashabul Ukhud adalah penduduk Persia sisa-sisa kaum ahli kitab yang beragama Majusi sebagaimana yang diriwayatkan dari Ibnu Humaid dari Ya’qub al-Qumi dari Ja’far dari Ibnu Abzi, ia berkata ketika kelompok Muhajirin pulang dari peperangan, sampailah kabar wafatnya Umar bin Khattab, sebagain dari mereka berkata: “Hukum apa yang berlaku dalam kelompok Majusi, mereka bukanlah Ahli Kitab dan bukan kaum Musyik Arab.” Lalu Ali bin Abi Thalib berkata: “Mereka adalah ahli kitab yang dihalalkan bagi mereka khamr. Sampai terjadilah peristiwa raja mereka mabuk dan menggauli saudarinya sendiri, sewaktu sadar ia menyesal dan berkata kepada saudarinya: “Celaka, Bagaimana jalan keluarnya?” Saudarinya berkata: “Berkhutbahlah di depan penduduk bahwa Allah telah menghalalkan menikahi saudari sendiri.” Ia pun melakukan apa kata saudarinya. Penduduk pun berkata: “Kami tidak ikut tanggung jawab kepada Allah atas pernyataan ini, tidak ada satu nabi pun yang membawa hukum seperti ini, kami juga tidak menemukan dalam kitab Allah.” Ia pun kembali kepada saudarinya dan berkata: “Celaka, para penduduk tidak ada yang mau mengakui pernyataan itu? Saudarinya berkata: “Siapkanlah cemeti untuk mereka.” Penduduk pun tetap pada pendiriannya. Ia pun kembali lagi. Saudarinya berkata: “Katakan lagi kepada mereka bila tidak mau mengakui hunuskan pedang.” Penduduk pun masih tetap teguh pendiriannya. Ia kembali dan berkata kepada saudarinya: “Mereka masih tetap teguh dengan pendiriannya.” Saudarinya berkata: “Galilah parit dan nyalakan api yang besar di dalamnya, kemudian kumpulkan pendudukmu, bila mereka mengakui pernyataan itu, maka lepaskan dan bila tidak lemparkan mereka ke dalam kobaran api.” Ia pun melakukan apa yang dikatakan saudarinya. Kemudian Allah menurunkan ayat ini untuk menceritakan mereka
Masih bersumber dari Ali, diriwayatkan mereka adalah sekelompok orang di daerah Yaman, di mana antara penduduk muslim dan musyrik saling berperang. Dalam peperangan yang pertama dimenangkan oleh kelompok muslim, begitu juga dengan yang kedua, hingga akhirnya kelompok musyrik mengajukanan penjanjian gencatan senjata. Namun kelompok musyrik kemudian melanggar perjanjian dan menawan seluruh kelompok muslim, kemudian salah seorang muslim berkata: “Apakah kalian memiliki kebaikan, kalian mengobarkan api, kemudian memperlihatkannya kepada kami, orang yang mengikuti kalian, itulah yang kalian inginkan, baranga siapa yang menolak ia akan kalian lemparkan ke dalam api.” Lalu semua orang dikumpulkan diperintahkan memilih antara iman dan keluar dari agama.
Dalam riwayat bersumber dari Muhammad bin Said dari ayahnya dari paman ayahnya dan ayahnya dari kakeknya dari Ibnu Abbas ia berkata: “Mereka adalah segolongan kaum Bani Israil, meeka menangkap para lelaki dan perempuan yang tidak seiman dan dibuatkan parit api sebagai tempat pembuangan, mereka berprasangkah bahwa laki-laki dan perempuan yang mereka tangkap adalah Nabi Danial dan pengikutnya (Tafsir At-Thabari 24-25/337, Ibnu Katsir 8/266, Al-Alusi 22/321)
Bayi yang Berbicara
Dari sekian banyak kelahiran hanya beberapa bayi yang bisa berbicara dengan fasih selayaknya orang dewasa, mereka ahanya berjumlah empat yaitu Nabi Isa as, putra Masyithah, saksi Nabi Yusuf dan Shahibu Juraij. Namun dalam riwayat yang lain termasuk adalah salah satu putra dari Ashabul Ukhdud (orang-orang yang dilemparkan ke dalam jurang api).
Riwayat ini bersumber dari Muhammad bin Muammar, ia berkata bercerita kepadaku Harmi bin Umarah, ia berkata bercerita kepada kami Hammad bin Salamah, ia berakata: “Bercerita kepada kami Tsabit al Bunnati dari Abdurrahman bin Abi Laila dari Shuhaib ia berkata Rasulullah SAW bersabda: “Setelah raja memerintahkan untuk melempar seluruh penduduk yang membangkang, Hingga akhirnya datanglah seorang wanita dengan menggendong anaknya yang masih bayi. Ketika wanita itu merasa bimbang untuk menerjunkan diri ke dalam parit berapi itu, tiba-tiba sang anak berbicara: “Wahai ibuku, teruskanlah sesungguhnya engkau berada dalam kebenaran.” Kisah ini diriwayatkan juga oleh Imam Muslim dalam Shahihnya (Tafsir At-Thabari 24/338)
Seburan Api Adzab
Diriwayatkan dari Ammar dari Abdullah bin Abu Ja’far dari ayahnya dari Rabi’’ bin Anas ia berkata: “Setelah seluruh orang dilemparkan ke dalam parit api yang pasa saat itu pengikut raja yang lalim menonton di samping kanan kiri jurang. Seketika itu pula api yang berada dalam jurang menyembur keluar untuk membakar raja dan para mengikutnya tersebut di mana sebelumnya Allah SWT telah menyelamatkan kaum mukmin dengan mencabut nyawa mereka sebelum sempat dibakar oleh api.
Sebagian mufassir dan sejarahwan mengatakan peristiwa ini terjadi pada masa seorang raja lalim yang bernama Yusuf Dzun Nuwwas penguasa Himyar yang begitu fanatik terhadap Yahudi. Ia meninggal dunia pada tahun 524 M. Peristiwa inilah yang memicu Raja Najasi pengikut Nasrani menuntut balas kepada kelompok Yahudi. (Tafsir At-Thabari 24/340, Atlas Al-Quran 150)
0 Comments