Kepemimpinan KH. M. Nur untuk selanjutnya diteruskan oleh KH. Ahmad Sholeh, putra kedua dari sembilan bersaudara putra-putri beliau. Pendidikan beliau selain mengaji kepada ayahandanya sendiri juga kepada H. Abdul Qodir Sidoresmo Surabaya dan sempat pula melakukan studi (tabarrukkan) kepada beberapa ulama besar Masjidil Haram, di antaranya adalah Syeh Ahmad Zaini Dahlan saat beliau menunaikan ibadah haji Ke Mekkah pada tahun 1289 H.

Pada masa kepengasuhan Mbah Sholeh – pangilan akrab KH. Ahmad Sholeh -Pondok Pesantren Langitan mengalami perkembangan yang cukup pesat baik dalam segi kuantitas maupun kualitas. Hal ini dibuktikan dengan semakin melubernya jumlah santri. Begitu juga dalam sisi sarana dan fasilitas, semakin lama semakin meningkat.

Nama-nama besar pemimpin keagamaan yang juga perintis besar seperti KH.Muhammad Kholil, Bangkalan Madura, K.H.Hasyim Asy’ari (pendiri NU), H.Wahab Hasbulloh, Jombang, KH. Syamsul Arifin (ayahanda KH. As’ad Syamsul Arifin), KH.Shidiq (Ayahanda mantan Rois Am NU, KH. Ahmad Shiddiq), KH. Khozin yang kelak akan meneruskan matarantai kepengasuhan KH. Ahmad Sholeh, KH. Hasyim, padangan Bojonegoro, KH.Umar Dahlan Sarang Rembang dan lain-lain adalah sejumlah santri yang pernah mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Langitan pada masa kepengasuhanya. Sebuah faktah sejarah yang cukup membanggakan, dimana sebuah lembaga pendidikan dengan segala ieterbatasan sarana dan fasilitas mampu mencetak Ulama besar.

KH. Ahmad Sholeh mengembangkan pesantren ini kurang lebih 32 tahun (1870-1902 M.), Beliau wafat pada tahun 1320 H. bertepatan dengan tahun 1902 M., dimakamkan di Pemakaman Umum Desa Mandungan Kecamatan Widang Kabupaten Tuban, kurang lebih 400 m. sebelah utara lokasi Pondok Pesantren Langitan