Rendah Hati Bukan Berarti Menghinakan Diri

Penulis : admin

March 11, 2015

Ilustration by bukabukaan.files.wordpress.com

Ilustration by bukabukaan.files.wordpress.com

Jika kita renungkan kembali tentang apakah yang menyebabkan Iblis dan seluruh keturunanya mendapat predikat ‘terlaknat’ maka tidak lain itu adalah karena kesombongannya yang menolak mentah-mentah perintah Allah untuk bersujud kepada Nabi Adam as.

Sifat tidak menyombongkan diri berbanding lurus dengan sifat tawadhu’; rendah hati. Allah sendiri telah memerintahkan Rasulullah agar memiliki sifat terpuji ini, sebagaimana dalam firmannya:
وَاحْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ اْلمُؤْمِنِيْنَ
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu.”(QS. As Syu’ara : 215)

Perintah ini bukan ditujukan sebatas kepada Nabi Muhammad Saw saja, tapi juga untuk kita teladani dan kita ikuti.
Sifat Tawadhu’ sendiri adalah mampu menerima kebenaran dan kebaikan dari siapapun datangnya, baik dia dalam keadaan suka ataupun marah. Selain itu, sifat rendah hati akan membuat seseorang tidak memandang dirinya di atas orang lain, merasa lebih baik dan menganggap semua orang membutuhkannya.

Pernah suatu ketika Fudhail bin Iyadh (seorang ulama’ generasi Tabi’iin) ditanya perihal tawadhu’, dia menjawab : “Ketundukan kepada kebenaran dan memasrahkan diri kepadanya serta menerima dari siapapun yang mengucapkannya.” (Kitab Madarijus Salikin;2/329)

Sifat rendah hati ini berkebalikan dengan sifat takabbur; sombong. Tentunya kita semua tahu apa akibat yang ditimbulkan jika kita menyimpan sifat takabbur dalam hati, bagaimana Allah melaknat Setan yang begitu congkaknya? Bagaimana Allah menenggelamkan Fir’aun di laut merah karena kesombongannya? Dan bagaimana Allah mengubur Qarun bersama harta-bendanya sebab ketinggian hatinya?

Rasulullah Saw mendefinisikan sifat sombong dalam sabdanya yang artinya :
Kesombongan adalah menolak kebenaran dan menganggap remeh orang lain. (Shahih, HR. Muslim dari Abdullah bin Mas’ud)

Jika kita masih mengangkat kepala di hadapan kebenaran dalam rangka menolaknya atau mengingkarinya, berarti kita masih belum memiliki sifat tawadhu’ dan kita memiliki benih-benih sifat takabbur.

Allah telah menjamin orang-orang yang memiliki sifat rendah hati, sebagaimana firman Allah dalam surat al Qashash ayat 83 yang berbunyi :
تِلْكَ الدَّارُ الْٰاٰخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِيْنَ لَايُرِيْدُوْنَ عُلُوًّا فِى اْلأَرْضِ وَلَا فَسَادًا وَاْلعَاقِبَةُ لِلْمُتّقِيْنَ
“Negeri akhirat itu kami jadikan bagi orang-orang yang tidak menyombongkan diri dan tidak berbuat kerusakan di bumi. Dan kesudahan (yang baik)itu bagi orang-orang yang bertakwa.”

Rasulullah juga bersabda yang artinya :
Tidak akan berkurang harta yang dishadaqahkan dan Allah tidak akan menambah bagi seorang hamba yang pemaaf melainkan kemuliaan dan tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah, melainkan Allah angkat derajatnya. (Shahih, HR. Muslim dari Abu Hurairah)

Kecaman bagi orang-orang yang sombong dan berat menerima kebenaran dari orang lain pun datang dari Ibnul Qayyim dalam kitab Madarijus Saalikiin, dia berkata : Barangsiapa yang angkuh untuk tunduk kepada kebenaran walaupun datangnya dari anak kecil, atau orang yang dimarahinya, atau yang dimusuhinya, maka kesombongan orang tersebut hanyalah kesombongan kepada Allah, karena Allah adalah Al Haq, ucapanNya haq, agamaNya haq, al Haq datangnya dari Allah dan kepadaNya pula akan kembali. Barangsiapa menyombongkan diri untuk menerima kebenaran, berarti dia menolak segala yang datang dari Allah dan telah menyombongkan diri di hadapanNya.

Kita diperintahkan untuk rendah hati bukan berarti kita harus menghinakan diri. Kita harus menerima suatu kebenaran hanya karena Allah, entah dari siapapun datangnya. Namun jangan sampai kita menghinakan diri kita, mau tunduk bukan karena hakikat kebenaran itu, melainkan karena unsur dunia, karena kita takut teraniaya, sungguh itu bukan rendah hati yang sesungguhnya.

Dalam kitab Bahjatun Nadziriin dijelaskan, Tawadhu’ itu ada dua ; 1. Tawadhu’ yang terpuji; ketawadhu’an seseorang kepada Allah dan tidak mengangkat diri di hadapan hamba-hamba Allah. 2. Tawadhu’ yang dibenci; tawadhu’nya seseorang kepada pemilik dunia karena menginginkan dunia dan isinya.
Hal ini cukup jelas untuk menjadi teladan bagi kita, bagaimana kita harus selalu merendahkan hati tanpa harus menghinakan diri.

Tulisan Terkait

Bekal 1 Muharram 1445 H, Ini Amalan-Amalannya!

Bekal 1 Muharram 1445 H, Ini Amalan-Amalannya!

Bulan Muharram merupakan bulan pertama dalam kalender Hijriah, sedangkan bulan Dzulhijjah sebagai bulan terakhir. Oleh karena itu, Muharram diperingati sebagai awal tahun baru Hijriah atau tahun baru Islam. Adapun Dzulhijjah diperingati sebagai akhir tahun Hijriah....

Hukum dan Tatacara Shalat Idul Adha

Hukum dan Tatacara Shalat Idul Adha

Shalat Idul Adha adalah shalat sunnah dua rakaat yang dilaksanakan setiap hari raya Idul Adha atau pada tanggal 10 Dzulhiijah dalam kalender Hijriah. Shalat Idul Adha, menurut madzab Syafi'i dan Maliki hukumnya sunah muakkad (sangat dianjurkan). Sementara menurut Imam...

Ngaji Tafsir Jalalain, Surat Az-Zumar Ayat 3: Beramal hanya karena Allah hingga Kelirunya Keyakinan Orang-Orang Kafir

Ngaji Tafsir Jalalain, Surat Az-Zumar Ayat 3: Beramal hanya karena Allah hingga Kelirunya Keyakinan Orang-Orang Kafir

اَلَا لِلّٰهِ الدِّيْنُ الْخَالِصُۗ وَالَّذِيْنَ اتَّخَذُوْا مِنْ دُوْنِهٖٓ اَوْلِيَاۤءَۘ مَا نَعْبُدُهُمْ اِلَّا لِيُقَرِّبُوْنَآ اِلَى اللّٰهِ زُلْفٰىۗ اِنَّ اللّٰهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِيْ مَا هُمْ فِيْهِ يَخْتَلِفُوْنَ ەۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِيْ مَنْ هُوَ...

Ngaji Tafsir Jalalain, Surat Az-zumar Ayat 1-2: Keagungan Al-Qur’an

Ngaji Tafsir Jalalain, Surat Az-zumar Ayat 1-2: Keagungan Al-Qur’an

  تَنۡزِيۡلُ الۡكِتٰبِ مِنَ اللّٰهِ الۡعَزِيۡزِ الۡحَكِيۡمِ. اِنَّاۤ اَنۡزَلۡنَاۤ اِلَيۡكَ الۡكِتٰبَ بِالۡحَقِّ فَاعۡبُدِ اللّٰهَ مُخۡلِصًا لَّهُ الدِّيۡنَ Artinya: “Kitab (Al-Qur'an) diturunkan oleh Allah Yang Mahamulia, Mahabijaksana. Sesungguhnya Kami...

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Komentar

Posting Populer