Kebohongan Musuh Islam Tentang Pernikahan Rasulullah Saw

Penulis : admin

November 29, 2013

Telah hangat di bibir musuh-musuh Islam, pelecehan terhadap Nabi al Karim Muhammad bin Abdillah saw. Salah satunya tentang pernikahan yang dilakukan Rasulullah saw. Mereka berbicara ini dan itu guna mengkaburkan kepercayaan umat Islam kepada Nabinya, dengan membuat fitnah yang mencerca, mengada-ada, menyebarkan kebohongan, dan melecehkan agama.  Ini upaya pendangkalan akidah yang sangat gencar dilakukakannya setiap jam dan detik dan tidak mengagetkan jika pada akhirnya sampailah aksi mereka ke kehidupan pribadi Rasulullah saw.

Baru kemarin pengada-adaan ini dicuatkan kembali di hadapan publik oleh orang barat dalam salah satu filmnya, yang jelas menampakkan kebodohan pembuatnya.

Kejadian seperti ini adalah merupakan salah satu sunnatuLlah swt dalam kehidupan makhluqnya dan sunnatullah tidak akan tergantikan. Allah juga telah me-nash kejadian tersebut dalam salah satu firmannya:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ وَكَفَى بِرَبِّكَ هَادِيًا وَنَصِيرًا, الفرقان : 31

Sebelum merambah pembicaraan tentang hikmah dibalik istri-istri Nabi Muhammad saw. Sebaiknya diperjelas terlebih dahulu pengada-adaan yang selama ini hangat di bibir lamis musuh-musuh Islam dari orang-orang salib yang pendengki dan orang-orang barat yang fanatik.

Mereka berkata (na’udzubillah): “Muhammad adalah seorang lelaki yang bersyahwat besar, ia bertindak dengan menuruti syahwatnya dan kesenangannya, ia berjalan bersama dengan hawa nafsunya tanpa merasa cukup dengan satu istri atau empat, sebagaimana yang diwajibkan kepada para pengikut-pengikutnya. Ia memperistri banyak wanita, hingga sepuluh atau lebih, dengan menuruti syahwat dan condong kepada naafsunya.”

Ada juga ucapan mereka demikian (na’udzubillah): “terdapat perbedaan besar antara Isa dan Muhammad; yaitu antara orang yang mengalahkan hawa nafsunya dan memerangi dirinya sendiri, seperti Isa ibni Maryam dan orang yang berjalan menuruti hawa nafsunya dan mengikuti syahwatnya, seperti Muhammad”

كَبُرَتْ كَلِمَةً تَخْرُجُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ إِنْ يَقُولُونَ إِلَّا كَذِبًا, الكهف : 5

 

Sungguh, apa yang dikatakan musuh-musuh Islam ini adalah kebohongan yang bersumber dari kedengkian dan kefanatikan. Rasulullah Muhammad saw bukanlah seorang lelaki yang bersyahwat besar. Beliau adalah seorang Nabi sekaligus manusia, melakukan pernikahan sebagaimana manusia pada umumnya, supaya beliau menjadi panutan yang baik dalam menempuh jalan yang lurus. Rasulullah bukanlah tuhan apalagi anak tuhan – sebagaimana keyakinan kaum Nashrani kepada Nabinya – tetapi adalah seorang manusia sebagaimana umumnya, yang mendapatkan keutamaan khusus menerima wahyu dan risalah dari Allah swt.

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ …., الكهف : 110

Musuh-musuh Islam itu sedang dalam keadaan sakit, sehingga tidak bisa membedakan antara yang benar dan salah, dan tidak bias memahami sebuah kebenaran sebagai sesuatu yang benar, dan berusaha meyakinkan dirinya bahwa kesalahan yang diikutinya adalah kebenaran dengan membual berdalih yang tidak bias dipertanggungjawabkan.

Serasi dengan sindiran Imam Al Bushiri dalam Qasidah Burdahnya.

قد تنكر العين ضوء الشمس من رمد # وينكر الفم طعم الماء من سقم

Dan Nash Allah dalam Alquran al Karim:

فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ, الحج : 46

Dari sini terdapat dua poin historis yang perlu dan seharusnya dijadikan pijakan berpikir oleh musuh-musuh Islam di atas, sebelum menuduh yang tidak-tidak kepada Rasulullah saw. Pertama, Rasulullah saw tidak melakukan pernikahan hingga berbilang-bilang, kecuali setelah beliau menginjak usia senja, yaitu setelah beliau memasuki usia lima puluh tahun. Kedua, semua istri-istri Nabi Muhammad saw adalah seorang janda, kecuali satu; Sayyidah Aisyah ra. Beliau satu-satunya istri Rasulullah saw yang dinikahi dalam keadaan masih perawan dan masih kecil belia.

Dari dua poin ini, dapat diambil sebuah kesimpulan yang bisa mematahkan tuduhan-tuduhan di atas dan menyibak kesalahan persepsi yang berawal dari ke-tidak tahu-an dan kurang jeli dalam menganalisa sejarah.

Seandainya, yang dikehendaki Rasulullah saw dalam pernikahannya adalah demi menuruti syahwat dan mengikuti hawa nafsu, atau hanya demi mengambil kepuasan dari wanita, niscaya Rasulullah saw akan melakukan pernikahan berbilang-bilang itu pada masa muda, tidak pada masa usia senja, dan beliau akan menikahi perempuan-perempuan yang masih perawan, bukan janda.

Suatu waktu Rasulullah pernah berkata kepada Jabir bin Abdillah ra, ketika ia datang dengan rona kebahagiaan (wangi) dan kenikmatan pada wajahnya. “Apakah Kamu telah menikah?” Jabir menjawab: “Ya”. Rasulullah saw berkata: “dengan seorang perawan atau janda?” Jabir menjawab: “Janda” Lalu Rasulullah berkata: “hendaknya dengan perawan, supaya kamu bisa bermain-main dengannya, ia juga bermain-main bersamamu dan engkau tertawa dengannya, ia juga tertawa bersamamu”

Dari perintah Rasulullah al Karim agar menikahi perempuan perawan, mengindikasikan bahwa beliau mengetahui kesempurnaan bersenang-senang dalam pernikahan dan hal-hal yang disukai syahwat manusia. Jelaslah, jika pernikahan Rasulullah saw hanya demi menuruti syahwat dan nafsu, beliau akan melakukannya saat masih muda dan menikahi perempuan yang masih perawan.

Toh, para sahabat ra yang sebegitu mencintai Rasulullah, hingga rela mengorbankan nyawa mereka, pasti akan mengusahakan pernikahan yang sempurna untuk Rasulullah saw jika memang beliau menghendaki menikah. Tidak akan, satupun sahabat yang mundur demi membahagiakan Rasulullah Muhammad bin Abdillah saw. Akan diberikan perempuan muda yang masih perawan dan cantik-cantik. Tetapi, Rasulullah tidak melakukan pernikahannya pada masa muda dan meninggalkan perawan muda, melainkan menikah pada masa usia senja dan dengan para janda. Ini semua karena terdapat banyak hikmah di baliknya. Dari sini, terbantahlah apa yang dituduhkan musuh Islam di atas.

Pernikahan Rasulullah adalah demi hikmah yang agung, tujuan yang penting, misi yang luhur. Musuh Islam akan bias menyadari itu semua jika mereka mau meninggalkan kefanatikannya yang buta, dan tidak hanya mengikuti akalnya sempit. Dan mereka akan mendapati bahwa pernikahan Rasulullah adalah demi kepentingan orang lain, kebaikan umat, dan demi kebaikan dakwah dan islam.

*) Syech Muhammad Ali As Shobuni, Rowai’ul Bayan, Juz 2, Al Muhadloroh 14

 sumber: Majalah Harakah

Tulisan Terkait

Biografi Singkat KH. Abdullah Faqih

Biografi Singkat KH. Abdullah Faqih

KH. Abdullah Faqih adalah ulama yang kharismatik sekaligus pengasuh generasi keenam Pon. Pes. Langitan. Beliau merupakan kiai yang sederhana dengan sifat tawadu yang luar biasa.  Selain itu beliau juga mempunyai kiprah yang berpengaruh bagi NU, hal ini terbukti karena...

Taushiyah Kebangsaan KH. Abdullah Habib Faqih

Taushiyah Kebangsaan KH. Abdullah Habib Faqih

Sudah 77 tahun Indonesia merdeka dari penjajahan Belanda. Selama 350 tahun Indonesia dijajah oleh Belanda dan tiga tahun setengah dijajah oleh Jepang. Menurut data penjajahan dunia, Indonesia dalam bentuk negara sudah merdeka. Seluruh dunia sudah mengakui kemerdekaan...

Seminar Sosmed sebagai Bekal Santri Millenial

Seminar Sosmed sebagai Bekal Santri Millenial

Kamis-Jumat (30 Juni – 01 Juli 2022), Media Dakwah Langitan (MDL) mengadakan sebuah acara seminar tentang pemanfaatan dan edukasi sosmed di kalangan santri. Seminar yang bekerja sama dengan OSIS-ISMA Al-Falahiyah tersebut bertajuk ‘Seminar Sosmed dan Inspirasi Digital...

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Komentar

Posting Populer