KH. Abdulloh Faqih : Murtad dalam Sikap, Ucapan dan Perbuatan

Penulis : admin

March 4, 2011

Sebagai seorang muslim, patut kiranya dalam setiap waktu luang, kita melakukan muhasabah atas diri sendiri. Menghitung-hitung kembali segala sikap, tindakan dan ucapan yang pernah kita lakukan selama ini. Sekiranya semuanya itu tidak mengandung hal yang menyebabkan kita tergolong dalam barisan orang-orang murtad. Wal iyadhu billah.

Al habib Husain bin Tohir bin Muhammad bin Hasyim Ba Alawi dalam Matan Sulam Taufiq menyebutkan tiga macam pembagian atas prilaku riddah (murtad). Yakni keyakinan, perbuatan dan ucapan. Dalam hal sikap hati atau keyakinan, seseorang dikatakan telah murtad, jika di dalam hatinya terdapat keraguan atas wujudnya zat Allah Swt. Juga keraguan atas risalah yang dibawa oleh Rasulallah Saw. Bahwa semuanya tidak berasal dari Allah Swt. Setiap keraguan itu tidak lain dihembuskan oleh syetan. dan, hanya bisa ditepis dengan cara mendekatkan diri kepada Allah dan meminta pertolongan kepada-Nya.

Dalam hal tindakan, seorang muslim terbilang murtad jika melakukan segala perbuatan yang, telah disepakati para ulama, hanya dilakukan oleh orang kafir. Seperti bersujud di hadapan makhluq, baik berupa berhala, pohon, batu, api, gunung, bintang, bulan, matahari ataupun mahluk-mahluk lainnya.

Beliau juga mengingatkan umat Islam semuanya agar senantiasa berhati-hati dalam mengucapkan sesuatu. Karena, menurut beliau, tak terhitung banyaknya kalimat yang bisa menjerumuskan pengucapnya pada jurang kemurtadan.Dalam kitab tersebut, beliau menyebut beberapa contoh. Antara lain, ucapan “Wahai Kafir!” yang ditujukan kepada seseorang yang jelas-jelas beragama Islam. Maka seketika itu juga pengucapnya dihukumi murtad. Sampai orang itu mencabut kembali ucapannya dan mengucap dua kalimat sahadat. Karena dengan ucapan itu dia telah mengafirkan seorang muslim.

Kecuali apabila ucapan tersebut (Wahai Kafir!) dimaksudkan bukan untuk mengafirkan seorang muslim, melainkan sekedar untuk menyatakan bahwa orang itu telah mengkufuri nikmat Allah. Dalam arti tidak mensyukuri segala karunia-Nya. Maka, para ulama telah bersepakat bahwa ucapan tersebut dihukumi Haram. Artinya, pengucapnya mendapatkan dosa.

Di samping itu, juga dihukumi murtad orang yang mengucapkan kalimat yang mengandung ungkapan menyepelekan dan menganggap remeh terhadap Asma, Sifat, Perintah, Larangan, Janji dan Ancaman Allah Swt. Seperti ucapan “Seandainya arah kiblat berubah ke arah sana, tentu aku tidak akan shalat menghadap ke sana!”. Atau ucapan-ucapan sejenis, yang mengandung pembangkangan terhadap perintah Allah Swt. Bagitu juga dengan orang yang berkata, “Seandainya Allah Swt memberiku surga, aku tidak akan mau memasukinya!” dengan maksud menyepelakan dan secara terang-terangan menyatakan penghinaan terhadap segala sesuatu yang telah dijanjikan Allah Swt dalam Kitabnya.

Atau ucapan, “Seandainya Allah Swt menyiksaku sebab meninggalkan shalat atau puasa, sedangkan aku dalam keadaan sakit atau tidak mampu mengerjakannya, maka Allah telah berbuat aniaya padaku.” Pengucapnya dihukumi murtad. Karena dengan kalimat tersebut, berarti si pengucap telah meremehkan ancaman Allah Swt dalam Alqur’an:

 

Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri. (QS Yunus:33)

Demikian pula segala perkataan yang mengandung penghinaan, makian dan kesangsiang terhadap Rasulallah Saw, Malaikat. Juga terhadap Alqur’an, Hadist Mutawatir dan segala produk hukum yang bersumber dari keduanya, baik yang bersifat sunnah, wajib, haram ataupun mubah. Wallahua’lambisshowab.

Tulisan Terkait

5 Comments

  1. Siti khosiyah

    Kalo baca tiada tuhan selain … (yang diaku oleh kristen) gimana? Tapi ga ada niatan cuma pengen tau status org yg ngehina islam, eh malah kebaca yang itu. Gimana?

    Reply
  2. langitanza

    mantap kiyai… tausiyah yang dalam dan mengena… pas dengan situasi yang saat ini bangsa kita hadapi…. saling.. mengkafirkan… saling menyesatkan…., aku jadi berfikir…? kita ini masuk yang ke 72 golongan atau tidak…. kenapa harus ada islam NU… islam muhammadiyah..? islam liberal…? dls…, kenapa… kita tidak menamai diri kita cukup “islam” bukankah berbangga dengan satu golongan tertentu justru menjadi bumerang buat kita untuk terjebak dalam salah satu dari 73 golongan tersebut……, aku berharap “islam”ku adalah islamnya rasullullah dan islamnya para sahabat…yang di ridloi Allah SWT. amin……….. aku juga tak berani mengatakan apakah aku seorang ahlussunah waljamaah… karna banyak dari amalan ibadahku yang tak tau dasar dan dalilnya….. apakah patut aku berbesar kepala mengatakan aku yang paling benar sementara sedikit sekali ilmu agama yang aku tau….. apa yang jadi hujjahku untuk berdiri tegak menuntut syurga Allah… sementara masih banyak kemaksiatan di sekelilingku… apakah patut aku mengaku beriman?

    Reply
  3. SYUKUR MEISKAN

    Maknanya dalam… & patut direnungkan.

    Reply

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Komentar

Posting Populer